Women And Youth Development Institute of Indonesia - WYDII

home News Details

Refleksi Para Pengunjung di Acara Perempuan Bersuara: Inspirasi dan Kekuatan dalam Peringatan 16 HAKTP

home News Details

Refleksi Para Pengunjung di Acara Perempuan Bersuara: Inspirasi dan Kekuatan dalam Peringatan 16 HAKTP

01 Desember 2024
Gedung Nasional Indonesia
Umum

Surabaya, 1 Desember 2024 — Dalam rangkaian peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP), acara Perempuan Bersuara yang digelar di Gedung Nasional Indonesia (GNI) Surabaya berhasil meninggalkan kesan mendalam bagi para pengunjungnya. Dengan menghadirkan seni sebagai medium advokasi, seperti pemutaran film "Pulih" dan pementasan monolog "Pelaminan Kosong", acara ini membuka ruang bagi refleksi, dialog, dan pemberdayaan perempuan.


Berikut adalah beberapa kesan dari para pengunjung yang menyaksikan langsung acara tersebut:


Ruang Aman yang Masih Terbatas

Sephia Dwi Fitanti, seorang mahasiswi dari IAIN Kediri, mengungkapkan bahwa acara ini memberikan kesadaran bahwa ruang aman bagi perempuan masih sangat terbatas. “Perlu tindak lanjut lebih luas agar lebih banyak ruang aman bagi perempuan. Lewat acara ini, saya menyadari bahwa perempuan berdaya, dan itu tersampaikan dengan sangat baik melalui film Pulih dan monolog Pelaminan Kosong,” katanya.


“Seni Sebagai Wadah Penyadaran”

Eka Zariatul Khumairoh Suwandi, mahasiswi lainnya, terinspirasi oleh pendekatan seni yang digunakan dalam acara ini. “Lewat cerita yang menggugah, seni seperti ini menggerakkan hati dan pikiran. Tidak harus demonstrasi di jalan, seni mampu menyampaikan pesan yang kuat tentang kesetaraan dan perlindungan perempuan,” ujarnya.


“Momen Refleksi dan Solidaritas”

Ainun Jamilah dari komunitas Cadar Garis Lucu menekankan pentingnya seni dalam dokumentasi perjuangan perempuan. “Melalui seni, kita bisa memulihkan kesadaran masyarakat untuk menjamin ruang aman bagi perempuan. Perjuangan menghentikan kekerasan terhadap perempuan memang jalan sunyi, tapi seni menjadi media ampuh untuk menyuarakan isu ini,” jelasnya.


“Ruang untuk Berbagi dan Berekspresi”

Bagi Riang Islamiatun Annisa, acara ini tidak hanya tentang pertunjukan seni, tetapi juga menyediakan ruang aman untuk berbagi cerita. Ia menyoroti keberadaan booth konseling on-the-spot yang disediakan oleh WYDII sebagai bagian dari acara ini. “Konseling ini memberikan kesempatan bagi perempuan untuk berbicara tentang pengalaman mereka, menjadikan acara ini lebih bermakna,” katanya.


“Kekuatan Kolaborasi”

Eva Rizkika, konselor dari Hotline Sahabat Ibu, menekankan bahwa kolaborasi yang terjalin antara berbagai organisasi membuat acara ini istimewa. “Setiap cerita yang dibagikan menjadi sumber inspirasi, menciptakan lingkungan yang mendengar dan memahami. Solidaritas dan empati sangat terasa dalam mendukung sesama perempuan,” tambahnya.


“Refleksi dan Apresiasi”

Sulistiana, seorang aktivis perempuan, memberikan apresiasi tinggi atas acara ini. “Apa yang ditampilkan melalui puisi, film, dan monolog benar-benar merepresentasikan perjuangan perempuan dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Ini adalah bentuk nyata dari konsep khoirunnasi ‘anfa’uhum linnas,” ungkapnya.


“Pengingat Akan Perjuangan Penyintas”

Gus Fikri dari komunitas Peduli Nafas merasa tersentuh dengan perjuangan yang tergambar dalam film Pulih dan sesi konseling. “Konseling yang diadakan menjadi pengingat pentingnya menciptakan ruang aman bagi perempuan. Kami berharap kegiatan ini terus berlanjut dan menginspirasi banyak pihak untuk menciptakan dunia yang lebih setara,” katanya.


Acara Perempuan Bersuara tidak hanya menjadi platform untuk menyuarakan isu-isu perempuan, tetapi juga membangun solidaritas dan mendorong aksi nyata. Seni dan kolaborasi antarorganisasi terbukti mampu menciptakan ruang refleksi yang mendorong perubahan sosial. Dengan semangat ini, para peserta berharap ruang-ruang seperti ini terus diperluas untuk mendukung perjuangan perempuan dan menciptakan dunia yang lebih aman dan setara